Skip to main content

Motivasi: perbaharui mimpi setiap saat

"Apa mimpimu?", pertanyaan itu sering kali terbayang atau ditanyakan seseorang. Kemudian dengan memikirkan matang-matang kita akan memilah apa yang ada di kepala kita untuk mengutarakan apa yang sebenarnya kita impikan.

A cat looking at a window


Akan tetapi, tahu gak sih kalau mimpi kita bisa saja berubah setiap kita bertambah usia? Atau bahkan bisa berubah setiap saat!


We do not have only one dream!


“There is no way to say that my dream is only one. If I have a lot of dreams, it is acceptable.”


Aku disini ingin berbagi kisahku. Sedikit banyak tentang latar belakang hidup, self-development yang kulalui, dan how i become now.


Background


Mari kita bicara tentang priviledge sedikit ya! (ada yang mulai bosan sama kata2 ini? hehe). Oke latar belakang keluargaku adalah strict parent terutama saat aku kecil. Apalagi tentang membuat keputusan. Aku masih ingat dimana aku ingin masuk SMA dengan program bahasa, orang tuaku menasehatiku bahwa jurusan IPA sangat bagus untuk masa depanku (and i able to make it). Saat itu aku merasa, "ya kalau aku bisa di IPA, harusnya aku malah jago di bahasa. Dan secara aku lebih suka belajar bahasa."

But then, aku gak akan seperti diriku yang sekarang tanpa keputusan orang tuaku yang menginginkan aku mencoba untuk masuk IPA saja.

Singkat cerita (walau gak singkat), aku masuk SMA terbaik di daerahku saat itu dengan jurusan IPA, like what my parent wants. Tapi aku juga ga nyesel masuk, karena aku sendiri pun merasa sebuah priviledge dan aku bersyukur bisa masuk SMA itu dengan jurusan IPA. Terlepas dari keinginan awalku yang masuk jurusan bahasa, tapi aku gak banyak memikirkan atau bersedih dengan hal itu.


Just let it flow, no regret, give the best.”


Okay, on the way here.. Singkat cerita lagi, aku harus memilih akan masuk kuliah jurusan apa setelah lulus SMA nanti. Berbeda dengan SMA yang aku mengikuti kata-kata orang tua saja, karena aku pun juga tidak yakin atau belum riset apa-apa tentang jurusan bahasa di SMA, bagaimana plus minus bahasa vs IPA. Kali ini, untuk memilih jurusan di kuliah, "aku sangat-sangat memilahnya".


Apa saja yang kupertimbangkan untuk memilih jurusan di kuliah?

  1. Hobi atau ketertarikan

  2. Karir kedepannya

  3. Persaingan (karena aku akan mendaftar jalur undangan SNMPTN, dan kemudian SBMPTN, jadi aku harus mempertimbangkan juga prosentase masuk jurusan yang ku inginkan)

Oke, aku yakin hampir semua orang mempertimbangkan tiga poin ini, kan?

Dan apakah list jurusan yang aku inginkan dengan pertimbangan itu adalah fixed list yang aku usahakan?


Jawabannya adalah, Tidak.


Sedikit spill, aku memiliki tiga pilihan jurusan sebagai berikut:

  1. Hubungan Internasional

  2. Desain Grafis

  3. Musik / Pendidikan Musik

Yes, ga ada hubungannya sama sekali dengan IPA. Aku memilih tiga bidang tersebut karena hobi dan ketertarikan. Untuk pertimbangan karir kedepannya, aku yakin semua orang yang mencari di search engine, akan menemukan jalur karir yang bagus (apapun jurusannya). Jadi, aku gak pernah bilang jurusan ini karir nya lebih bagus dan yang lain tidak.


“Semua memiliki jalur karir yang bagus, tergantung yang menjalaninya”


But, see me right now. I ended up choosing Teknik Komputer, rather than the others. W H Y ?

Sebelum aku memberikan tiga pilihan jurusan diatas di formulir seleksi undangan, entah darimana ilham ini berasal, saat aku melakukan riset untuk mencari jurusan, Teknik Komputer lah yang menjadi mimpi ku selanjutnya.


Self-Development: Phase 1


Motivasiku berubah! Bukan mencari hobi lagi pertimbangan utama, tetapi mencari cuan yang menjadi pertimbangan pertama (hehe semua orang begitu sih).

Oya, hampir lupa, bagaimana dengan nasehat orang tuaku? Mudah ditebak, mereka menginginkan aku masuk sekolah kedokteran atau perdinasan. Dan mengapa aku tidak mau? Bukan karena kesempatan kecil atau karir nya tidak bagus, seperti yang aku bilang diatas, semua karir bagus, tergantung yang menjalaninya.

Untuk perdinasan, aku hanya tidak suka ide mengabdi negara tetapi gajinya lebih kecil dari swasta. Eits, bukan berarti semuanya begitu. Mereka bilang banyak cuan-cuan tambahan diluar gaji utama (i never going on this way, so forgive me if i don't have a lot of information regarding this). But still, intinya aku gak tertarik saja saat itu.

Untuk kedokteran? Sebenarnya tertarik saja, aku juga lupa pertimbanganku apa saja dulu sehingga aku memutuskan kalau tidak ingin masuk sekolah dokter. Yang jelas, aku suka pekerjaan membantu orang lain, merawat dan menyembuhkan orang lain, tetapi demand masuk sekolah kedokteran itu tinggi, tuntutan 24 jam kerja juga bisa jadi terjadi. Bukan berarti aku tidak percaya diri, aku di usia 18 tahunan itu hanya menginginkan hal yang simpel-simpel saja, yang tidak bersaing terlalu ketat, tapi tetap bisa menunjang karir kedepannya.


Oke, yang tadi lumayan banyak ceritanya, intinya aku memilih bidang IT untuk kelanjutan sekolah tinggiku, tanpa paksaan, dan sedikit banyak berargumen dengan orang tua karena untuk meyakinkan mereka bahwa aku sudah paten mau masuk sekolah ini dan karirnya juga bagus, sehingga mereka tidak khawatir dengan pilihanku. Ini penting, karena bagaimanapun nasehat orang tua adalah menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tetapi, "jika kamu punya landasan yang kuat akan pilihanmu, coba utarakan dengan jelas dan posisikan sebagai mereka, maka akhirnya mereka akan mengerti dan mulai menaruh kepercayaan terhadapmu." (Akhirnya keluar kata-kata motivasinya)


Self-Development: Phase 2


Udah mulai capek baca? Jangan dong, serius kalian gak akan rugi baca sampe akhir. Karena ini real-life ya pemirsah. Guru yang paling berharga adalah pelajaran hidup, oleh karena itu aku ingin sharing biar kalian bisa tahu pelajaran hidup gak cuma dari diri sendiri, tapi juga bisa dari hidup orang lain (saranghaeyo <3)


Oke, fase selanjutnya ini sebenarnya fase gejolak benci dan cinta dengan jurusan 😬

Aku yakin, sudah banyak riset dan survei menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa merasa salah jurusan. Teng teng! Aku masuk ke dalam fase itu!


Pertanyaannya, "Kapan dan seberapa lama aku merasa salah jurusan?", hal itu memang gak bisa diukur. Muncul saja tiba-tiba disaat melihat orang lain bisa mencapai sesuatu sedangkan aku tidak, saat merasa terbelakang, intinya setiap merasa kurang, aku selalu berpikir seperti itu (at that time).

Plus, aku selalu punya pertanyaan pada diriku sendiri.

"Sebenarnya aku ini jago di bidang apa sih?". Let me introduce my ban-ban skill. (read: ban-ban 반반, means: setengah-setengah).

Aku merasa bisa: menyanyi, main alat musik (gitar dan keyboard), menyerap bahasa asing lebih cepat, suka matematika, suka desain dan punya sense of design, bisa ngoding, bisa basket, bisa promosi atau kebutuhan marketing, bisa manajemen orang, dll.


Tetapi, bukan expertise.


Pasti di antara kalian juga punya teman yang memang anak band jago main musik, anak olimpiade matematika atau sains, anak debat bahasa inggris, anak desain, anak kutu buku yang jago ngoding, anak yang extrovert yang selalu dibuat tameng kalau ada butuh ngomong apa-apa sama guru, anak yang terlihat piawai dalam kepemimpinannya, anak yang jago olahraga, dll.


And now see me? Apakah aku bisa disebut multi-talenta? bukannya kata "talenta" itu yang berbakat? Bagaimana kalau aku bisa mengerjakan semuanya tetapi masih saja kalah dengan yang lain? tidak lebih hebat dari yang lain?


Dan ternyata, disitulah aku paham,


“I am the best for me. Not for anyone.”


Apasih gunanya kemampuan yang banyak tapi belum ada yang bisa dianggap expertise?

  1. Jalur karir masih terbuka lebar.

Bisa melakukan hal-hal kecil yang dibutuhkan dalam hidup.

  1. Misal, jika aku nanti menjadi pebisnis, aku bisa saja melakukan desain promosi dengan ide ku sendiri, tanpa perlu merekrut orang untuk membuatkan desain seperti yang aku inginkan.

Just leave it.

  1. Biarkan saja, karena aku merasa beruntung bisa mencoba berbagai hal yang berbeda di hidupku, walaupun tidak melanjutkannya.

Oke, jadi ini cukup banget menjawab fase benci dan cinta jurusan. (Sudah jauh ceritanya bung).


Self-Development: Phase 3


This is the important question. So, "When I can deal with that? With my choice, with my path?"

Kembali ke motivasi awalku, aku masuk jurusan ini dengan penuh pertimbangan dan konsekuensi. Tujuan utama adalah karir yang cemerlang, dan semua karir akan terbuka jika kita berusaha semaksimal mungkin, tidak mudah menyerah, sering damai dengan keadaan, menerima diri kita sendiri, menerima kemampuan dan batas yang bisa kita lakukan, memberikan yang terbaik, dan berdoa.


Yeah, menerima kenyataan bahwa kita bukan superman atau wonderwoman yang bisa melakukan terbaik di bidang kita tanpa ada orang yang lebih baik dari kita. Kita hanya secuil makhluk hidup yang kebetulan diberikan rejeki pintar dan berpikir, jadi kita bukanlah apa-apa melainkan yang terbaik untuk diri kita sendiri setiap harinya.


Dengan begitu, aku melewati sisa hari atau bulan atau tahun ku di jurusan IT dengan kata-kata ini lagi.


Just let it flow, no regret, give the best.”


So that, i don't have regret.


Self-Development: Phase 4


Yang ke-3 sangat singkat ya hehe. Karena yang ke-4 ini menunjukkan hasil nyata dari perubahan fase-3, dan disinilah aku mulai berubah mimpi lagi (sebelumnya: berubah mimpi hanya saat pemilihan jurusan).

Aku lulus kuliah S1 dengan predikat cumlaude, dan tidak lepas dari bantuan dosen ku saat itu memang berambisi untuk menyelesaikan banyak mahasiswanya lebih cepat. It is not easy, eventhough dibantu dosen. Aku dapat paksaan dari diriku sendiri untuk benar-benar bisa menyelesaikan lebih cepat dari biasanya (3.5 tahun). And I did it!


Senang? pasti. Bangga? jelas. Puas? oke aku akan jelaskan ini hehe.


Kalian pasti sering mendengar kan bahwa manusia ini tidak ada puasnya, selalu ingin lebih dan lebih. Tetapi apakah itu buruk?


Jelas tidak buruk, jika kita menginginkan hal lebih dan lebih tetapi dengan usaha kita sendiri, bukan menghalalkan segala cara maksudnya disini.


Tahu gak, orang (yang sempat merasa salah jurusan ini) rasakan saat benar-benar lulus dan sukses melewati batas nyamannya?


Aku ingin kerja di kantor, ingin mencoba semua yang bisa kulakukan, ingin mencoba upgrade skill ku dengan masuk startup atau bahkan S2 keluar negeri. Karena aku merasa, "sudah lulus, tapi masih banyak yang belum di explore, masih banyak yang aku belum tahu, apalagi di bidangku."

Lebih tepatnya, aku merasa masih bodoh. Tapi dengan mindset inilah, aku berjalan ke fase selanjutnya.


Jadi singkatnya, setelah sidang, aku langsung mendaftar ke beberapa perusahaan, begitu juga program-program beasiswa S2.

Mana yang lebih aku inginkan? Tidak ada 😅

Aku tidak punya preferensi, aku hanya melakukan yang terbaik seperti quote yang kutulis berulang-ulang di highlight post ini.

Saat aku melewati technical test (coding), wawancara dsb memberikan apa yang aku bisa, dan mencoba meyakinkan mereka bahwa aku punya semangat belajar tinggi. Jadi apapun yang diberikan, aku ingin mereka tahu bahwa aku selalu mencoba menjadi yang terbaik.


How I become now?


Singkat cerita lagi, aku diterima beasiswa S2 luar negeri (Taiwan dan Korea Selatan), melalui wawancara yang mereka adakan offline di kampus S1 ku saat itu. Dan aku juga diterima satu startup di Indonesia yang ingin menempatkan aku di posisi Engineer full-time, padahal saat itu aku daftar kebanyakan untuk intership dulu karena merasa belum ada pengalaman yang cocok untuk direkrut menjadi full-time.


Tetapi karena penerimaan beasiswa lebih dulu daripada pekerjaan, aku memilih beasiswa. Aneh rasanya, aku belum pernah ke luar negeri, jadi aku merasa impossible sampai aku benar-benar berangkat.


Dari dua beasiswa itu, aku juga melakukan hal yang sama (riset dan membanding-bandingkan sampai ke akarnya). --> mungkin untuk ini akan aku buatkan post khusus bagaimana aku mempertimbangkan universitas untuk S2 saat itu.


Singkatnya lagi (karena aku tahu padat dan jelasnya informasi itu yang dicari), aku memilih Korea Selatan sebagai langkah studi lanjut ku S2.


Artikel ini tidak berhenti sampai sini, judul "Perbaharui mimpi setiap saat" masih aku lakukan saat S2 sampai saat ini sudah bekerja. --> tiba-tiba ingin menjadi researcher, project manager, product manager, dosen, dll.

Jika semua aku ceritakan, pasti halamannya udah jadi makalah mawapres 🥲.

Mungkin sampai ini dulu, kalau banyak yang terinspirasi mungkin aku akan melanjutkan curhatan kecil anak desa yang tiba-tiba keluar negeri ini. (love from Korea <3)


Comments

Popular posts from this blog

Achieving Your Dreams: The Power of Goal-Setting

Do you have a dream? It's likely that everyone has a dream, but not everyone can pursue their dream. However, having a dream is not an impossible feat, as achieving it can be a goal that is within reach for all people. If you already know how to pursue your dream, that's great! You will be able to reach your destination, even if there are bumps along the way. Perhaps you may fall or encounter unforeseen obstacles, but don't worry, because everything has its own phase. It's important to take your time and work through each phase. For those of you who haven't started pursuing your dream yet, let's think about it together. Do you think it's difficult to get started? Or maybe there are other things that need to be sorted out before you can pursue your dream? Regardless, what I want you to do is to set your goal first. If you have a big dream, such as Dream A, then you can break it down into smaller goals or mini-batches. Goals A-1, A-2, and so on, can help you k